Jumat, 02 Mei 2008

Hardiknas Tanpa Gaji


Kemarin di seluruh pelosok tanah air melaksanakan peringatan Hari Pendidikan Nasional atau yang biasa dikenal Hardiknas. Mulai dari peserta didik di Taman Kanak-kanak, murid SD, SMA, Perguruan Tinggi, tak terkecuali di kantor pemerintah.
Di sekolah, para guru berbaris di depan peserta didik dengan gagahnya. Pakaian digosok serapi mungkin, dan wajah ceria. Begitupula halnya di kantor pemerintahan seperti di Dinas Pendidikan juga berlangsung upacara yang khidmat. Di sejumlah tempat, Hardiknas diisi dengan seminar-seminar pendidikan, yang membeberkan keberhasilan program pemerintah di bidang pendidikan dan berbagai lomba lainnya.
Namun, kegembiraan yang dijalani sebagian besar insan pendidik di Indonesia kemarin tidak dirasakan para Guru Bantu Daerah (GBD) di sejumlah kabupaten di Riau, termasuk di Kabupaten Siak Sri Indrapura.
Para GBD yang bertugas di daerah Kabupaten kaya di Riau ini melaksanakan Upacara Hardiknas dengan getir. Di balik pakaian yang digosok rapi, muka yang diupayakan terlihat tegar dan bahagia tersimpan keluh kesah dan lebih tepat disebut penderitaan.
Ya, mereka belum menerima gaji sejak bulan Januari lalu. Bayangkan, sudah Empat bulan mereka bertahan hidup dengan apa adanya untuk makan, termasuk berjual harta benda. Tak hanya itu banyak dari mereka berhutang ke sana kemari untuk mengisi perut. Kondisi yang sama juga terjadi tahun lalu. Selama Lima bulan para GBD di Siak Sri Indrapura mengajar baru menerima gaji.
Hal serupa juga dialami GBD lain, dan Guru bantu Provinsi. Hanya saja, rentang waktu mereka berhutang menunggu gaji keluar
berkisar Tiga sampai Empat bulan. Setelah gaji keluar, maka cukuplah untuk membayar hutang.
Semua ini terjadi karena mereka digaji dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing. Makin lama RAPBD diketuk palu maka makin lama pula mereka berhutang ke sana kemari untuk sekadar mengisi perut supaya tak lapar dan sakit saat mengajar. Sebuah gambaran perjuangan sosok guru yang sangat luar biasa dan patut diperhatikan dan diberi penghargaan dalam perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Ternyata kepedihan yang dialami para GBD di tahun sebelumnya akan terus berulang. Solusi untuk permasalahan ini juga tak kunjung ada. Pemerintah daerah hingga saat ini terkesan kurang peduli dengan penderitaan para insan pendidik yang notabene berstatus honor daerah.
Buktinya, menjelang gaji mereka keluar tak ada kebijakan memberikan pinjaman dan sebagainya. Dengan kata lain, jika GBD ingin makan dan tetap mengajar pandai-pandailah bertahan hidup. Mau meminjam ke sana kemari, menjual harta benda itu urusan pribadinya para GBD.
Alasannya tak lain tak bukan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri inilah yang jadi alasan pemerintah tidak bisa mencari alternatif untuk membayar gaji guru sebelum APBD diketuk palu.
Semoga semua kepala daerah memiliki kepedulian yang lebih mencari solusi supaya GBD tak lagi ''terkatung-katung'' empat sampai lima bulan karena gaji tak dibayar. Jika peduli dan ada kemauan pasti ada jalan lain.
Dengan demikian para GBD bisa mengajar denga muka ceria dan percaya diri tinggi saat berada di tengah guru-guru negeri yang sama-sama mengajar namun memiliki gaji lebih besar dan masa depan lebih cerah. Semoga Hardiknas tahun depan GBD tak lagi lesu menunggu gaji yang belum pasti kapan diterima.

Tidak ada komentar: