Riau harus segera melaksanakan swasembada pangan, demikian bunyi berita di salah satu media massa lokal di Pekanbaru. Pernyataan ini diungkapkan salah seorang pejabat Riau.
Saya sempat tertegun membaca kalimat tersebut. Maklumlah, setahu saya sampai saat ini Riau masih sangat tergantung pangan dari provinsi tetangga (terutama Sumatera Barat), bahkan termasuk dari luar negeri (beras Thailand).
Seharusnya hal ini sudah jauh-jauh hari dipikirkan pejabat Riau. Sebagai daerah yang memiliki cukup luas lahan idealnya sudah lama mencapai swasembada pangan. Hanya saja, kebijakan ke arah tersebut tak pernah ada, apalagi jika yang ditanya realisasinya di lapangan, sangat jauh.
Alhasil, jangankan swasembada pangan, untuk membeli beras saja masih diatur kondisi alam. Sebut saja jika jalan Sumbar-Riau putus, alamatlah harga beras naik. Ini, baru satu jenis beras saja, belum lagi yang lain.
Kondisi ini harus cepat dicermati pemerintah. Tak hanya sebatas kebijakan, tetapi aktualisasi di lapangan. Apalagi kecenderungan masyarakat Riau, termasuk pejabatnya berlomba-lomba menanam sawit. Mulai dari lahan yang sebelumnya dijadikan kebun karet, sampai hutan-hutan yang adapun dibabat dan disulap jadi kebun sawit.
Belum lagi pertumbuhan penduduk yang menyebabkan sawah yang terdapat di sejumlah tempat seperti di Kabupaten Kampar berganti dengan rumah.
Pengalihan hutan menjadi kawasan hutan tanaman industri untuk perusahaan pulp and paper juga menjadi permasalahan. Sebut saja di kawasan Tebingtinggi. Menhut MS Kaaban berdasarkan rekomendasi pejabat di Riau mengeluarkan HPHTI untuk anak perusahaan Indah Kiat, seluas 10 ribu lebih hektare. Naifnya, areal tersebut juga masuk ke kebun sagu masyarakat.
Jika ini tak diselesaikan dengan bijaksana dan tegas, alamat masyarakat di sepuluh desa di kawasan HPHTI tersebut tak makan. Maklumlah, sagu yang selama ini menjadi makanan pokok akan berkurang dan akan bergantilah dengan akasia. Otomatis petani akan kehilangan sagu dan beralih profesi dan terpaksa membeli beras. Swasembada pangan? Ntahlah. Kebulou ye(kelaparan iya)
Itu baru segelintir permasalahan di Riau, Keberadaan perusahaan pulp and paper membuat pemerintah ''terpaksa'' mengeluarkan izin menyulap hutan menjadi kebun akasia. Jika tidak dikhawatirkan dua pabrik tersebut kehabisan bahan baku.
Agar menuju swasembada pangan ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, pemerintah provinsi Riau dan Kabupaten/kota membuat komitmen untuk membantu petani dalam menggarap sawah dan ladang. Salah satu caranya, dengan memberikan subsidi pupuk, dan
siap memberikan jalan pemasarannya, dan persaingan harga.
Kedua, membuat peraturan pengambangan (pelarangan) terhadap
pembabatan hutan yang bertujuan untuk HPHTI dan perkebunan sawit. Ketiga, Kebijakan tak hanya di atas kertas, tetapi benar-benar diaktualisasikan oleh pemerintah.
Mudah-mudahan ini bisa dilaksanakan, sehingga ekonomi masyarakat Riau bisa bangkit. Karena 75 persen penduduk Riau berdomisili di desa, dan hidup sebagai petani. Jika hal ini tak segera dilaksanakan, dan kebun sawit terus menjadi tren, HPHTI juga terus didewakan di Riau, maka alamat akan kebuloulah masyarakat Riau jika pasokan pangan dari luar macet.
Kamis, 29 Mei 2008
Swasembada atau Kebulou?
Rabu, 28 Mei 2008
Kungker DPRD di Tengah Krisis
Bumi Lancang Kuning dihebohkan oleh sejumlah anggota DPRD Riau. Tak hanya media massa, di kedai kopi, pasar, kantor-kantor sibuk membahas para wakil rakyat di DPRD Riau yang berangkat ke luar negeri.
Hal serupa bukanlah sesuatu yang baru. Hampir tiap tahun anggota DPRD membuat program, baik melalui sekretariat DPRD, maupun titipan di dinas-dinas melancong ke luar negeri. Hanya
bentuk kegiatannya yang berbeda. Ada yang namanya studi banding, memenuhi undangan dan banyak lagi namanya. Intinya, jalan-jalanlah.
Hanya saja kali ini momennya kurang tepat. Sejumlah aggota DPRD berangkat ke luar negeri (Mesir dan Polandia) ketika masyarakat dalam keadaan susah karena kenaikan harga BBM.
Tak hanya itu, berdasarkan investigasi sebuah media massa lokal, terdapat kerancuan dalam keberangkatan anggota DPRD ke Mesir. Pertama, Mahasiswa mengaku tidak mengudang anggota DPRD. Sehingga pertemuan hanya diikuti sebagian kecil mahasiswa Riau di Mesir.Kedua, Hanya tiga anggota DPRD yang ikut pertemuan, dua lagi tidak.
Dari peristiwa diatas jelas sekali keberangkatan tersebut terkesan akal-akalan oknum anggota DPRD Riau yang berangkat saja.Alasan memenuhi undangan juga terkesan aneh karena mahasiswa tidak tahu. Jika benar ada undangan bisa saja sengaja dipesan alias sengaja diminta supaya mendapat izin Mendagri supaya bisa ke luar negeri.
Belum lagi selesai masalah ini, sejumlah anggota DPRD Riau kembali berangkat ke luar negeri, kali ini lebih jauh, Polandia.
Alasan keberangkatan juga kurang enak didengar dengan kondisi ekonomi rakyat saat ini. Memenuhi undangan perayaan kesenian.
Luar biasa. Anggota DPRD yang dipilih oleh rakyat saat pemilu dengan seenaknya menghamburkan miliaran rupiah uang APBD hanya untuk memenuhi undangan kesenian, yang belum jelas kontribusinya bagi bumi Lancang Kuning.
Terlepas anggota DPRD ini memang diundang atau minta diundang, hal ini merupakan preseden buruk dan menjadi perhatian publik di Riau.
Idealnya mereka yang selalu berkomentar di media massa mengkritisi pemerintah, harus bersikap lebih baik dan memberi contoh. Jika mereka dilembaga yang seharusnya mengawasi pemerintah sudah berbuat seperti itu, bagaimana mereka mengawasi pemerintah?
Tapi semuanya sudah terlanjur. Trafel sudah dibayar, pesawat sudah berangkat. Kini mereka sudah menikmati bagaimana udara di Mesir dan Polandia.
Berangkat ke luar negeri bukanlah sesuatu yang haram bagi anggota DPRD. Tapi situasi masyarakat, tujuan dan manfaat keberangkatan serta hasil yang didapat mesti dipertimbangkan. Ya, karena kepergian mereka menggunakan APBD, maka para wakil rakyat ini harus mempertanggungjawabkannya kepada publik, terutama yang memilih mereka saat pemilu.
Selasa, 27 Mei 2008
Hilang Rasa Malu
Dua hari lalu aku duduk di salah satu bengkel mobil di Pekanbaru. Sambil menunggu kendaraan yang diperbaiki kunikmati sebotol minuman dingin. Maklumlah, udara di Kota Pekanbaru cukup gerah.
Di meja yang sama, duduk dua pelanggan bengkel tersebut. Penampilan mereka santai, tapi dari cara bicara dan sikap menandakan kalau mereka adalah orang kaya, dan lebih tepat pejabat.
Karena tidak kenal, dan ingin mendegarkan pembicaraan keduanya aku berusaha tidak ramah dan terkesan acuh. Maklumlah, mereka asik bicara tentang seluk beluk kerja pemerintah yang maaf (jurus menipu dan berbohong) menghabiskan uang rakyat (APBD)yang mereka kerjakan. Nauzubillah hi minzalik.
Karena penampilanku seadanya, dan terkesan orang awam keduanya juga tidak merasa terganggu dan makin asik bercerita jurus-jurus memanfaatkan uang rakyat. Menariknya, sosok tinggi dan kelihatan lebih kaya dan tinggi pangkatnya terus mendiominasi bicara, dan sesekali ditimpal dengan pertanyaan rekannya.
''Istri saya sudah naik haji, kalau saya baru saja pulang umroh itupun dengan istri saya,'' katanya.
Dari pembicararaan tersebut dia menjelaskan bahwa istrinya naik haji melalui program tenaga medis yang ikut rombongan haji Indonesia. Kebetulan istrinya seorang tenaga medis. Hanya saja tak sedap telinga ini mendengarnya, istrinya bisa lolos karena dirinya merupakan petugas yang mengurus hal tersebut di Dinas Kesehatan.
''Waktu itu kan dibuka secara umum, boleh mendaftar di internet, atau di dinas kesehatan. Jadi sebelum orang mengurus saya langsung mengontak kawan di Jakarta supaya meloloskan istri saya, alhasil dapat,'' katanya tanpa malu kalau untuk ibadahpun harus pakai jalan tak benar.
Dari haji itu istrinya dapat honor Rp18 juta. ''Duit itu kami pakai untuk belanja saat umroh kemarin,'' katanya senyum sambil tertawa.
Waduh.... tak ada malu atau sudah hilang rasa malu? Haji apa namanya? he.... dunia makin tua bung... Untuk ibadahpun orang rela berbuat tak terpuji. Nauzubillahiminzalik.
Senin, 26 Mei 2008
SBY dan Kapal Tembuk
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dihujat. Kenaikan BBM yang berlangsung beberapa hari lalu dianggap sebagai tindakan tidak populer yang diambil kabinet SBY. Aksi demo penolakan kenaikan BBM terjadi di tiap pelosok negeri.
Demonstran menganggap pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk masyarakat. Kenaikan BBM menyebabkan makin susahnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pasalnya, kenaikan BBM mendongkrak naiknya semua harga barang.
Lantas bagaimana dengan SBY? Jika ada alternative lain sebagai pengganti kenaikan harga BBM di Indonesia, pastilah sosok bijaksana ini takkan menaikkan harga BBM. Namun, setelah melalui rapat dan mendengar semua pendapat para mentri di kabinetnya, yang menyatakan kenaikan BBM adalah wajib maka SBY pun dengan berat hati menaikkannya.
Alasanpun tak tanggung. Kenaikan BBM menghindari negara dari kebangkrutan karena subsidi yang selama ini memberatkan Negara.
Jika kita boleh jujur, saat ini harga minyak termurah di Asia tenggara adalah di Indonesia. Pasalnya selama ini kekurangan harga tersebut disubsidi pemerintah. Namun, kenyataannya, dampak subsidi justru membuat kaya orang-orang kaya yang berani membeli dan menyeludupkan minyak ke luar negeri. Dengan demikian, maka sudah sepatutnyalah kenaikan harga BBM dinaikkan. Karena subsidi juga tidak menguntungkan masyarakat kecil.
Jika Indonesia diibaratkan dengan sebuah kapal, kondisinya sangat parah. Bocor (tembuk) terdapat di mana-mana. Jika tembuk dibiarkan, maka karamlah kapal. Sebaliknya, dengan menutup satu persatu lubang, membuat lelah dan sakit. Karena lubang yang mau ditutup sangat banyak dan tidak seimbang dengan kekuatan yang ada.
Hanya saja, selama ini mahasiswa dan masyarakat kecil tidak sadar, dan sibuk demo jika BBM naik. Padahal, mereka tidak diuntungkan dengan tidak naiknya BBM.Sebaliknya, Negara rugi, oknum penyeludup minyak yang makin kaya.
Jika boleh jujur, sudah saatnya harga BBM di Indonesia disamakan dengan harga minyak dunia. Tak ada istilahnya minyak bersubsidi. Yang ada yakni dibantunya masyarakat kecil dengan dana BLT. Dengan demikian, maka minyak tak lagi diseludupkan. Pemerintahpun tak lagi pusing-pusing memikirkan dana subsidi BBM.
Saran untuk SBY, karena kapal kita tembuk, maka jangan biarkan orang-orang menggunakan tembuknya untuk mencari keuntungan. Karena selama ini sulit menangkap mereka, (karena orang-orang kuat). Dengan menampal semuanya, maka mereka akan stress sendiri. Lebih baik memberi BLT kepada masyarakat susah dari pada mensubsidi minyak toh mengayakan oknum tak bertanggung jawab.
Jangan takut SBY. Jika niat dan pekerjaan yang dilakukan untuk kebaikan, pasti akan dibela masyarakat. Saat ini, yang penting adalah penyadaran kepada masyarakat perlunya menaikkan harga BBM. ***
Minggu, 25 Mei 2008
Pemerintah Zalim???
Kata-kata zalim memang kurang sedap didengar.Tapi, begitulah ungkapan masyarakat kecil ketika harga BBM naik. Kekecewaan masyarakat Indonesia, terutama ekonomi menengah ke bawah beralasan. Kenaikan harga BBM menyebabkan naiknya harga semua keperluan hidup.
Jika pengusaha kecewa karena biaya produksi meningkat. Sebaliknya masyarakat lebih menderita karena sulitnya memenuhi biaya makan, minum apalagi baiay pendidikan dan sebagainya.
Di tengah keresahan dan kekecewaan masyarakat ekonomi lemah, Sekretaris Daerah (Setda) Provinsi Riau Mambang Mit melontarkan pernyataan yang kontropersi di media massa. PNS di lingkungan Pemprov akan dinaikkan 20 persen. Luar biasa. Tak tau, apakah karena simpati dengan pegawainya, atau karena ada hubungan dengan pilgub nanti, atau… Maaf kata guru agama tak boleh berprasangka buruk.
Yang jelas, saat ini saja pendapatan PNS di lingkungan Pemprov Riau, untuk golongan 1 saja Rp3 juta lebih tiap bulan. Sedangkan Eselon III Rp 8 juta eselon II Rp15 juta. Mau ditambah lagi? Sungguh Mambang Mit atasan yang baik dan bijaksana, peduli dengan bawahan. He…he…
Uniknya, dengan gaji dan tunjangan yang didapat sebanyak itu, masih banyak PNS yang bolos di saat jam kerja. Sebut saja di kedai kopi Kim Teng, rata-rata isinya PNS, dan tentu saja terdapat PNS Pemprov. Belum lagi yang keluyuran di pusat-pusat perbelanjaan, dan lainnya.
Dahsyat lagi, untuk petugas proyek, Dinas-dinas termasuk Dinas Pendidikan Provinsi yang pegawainya membengkak, malah diangkat honorer proyek. Akibatnya, PNS yang sudah banyak menung tak kebagian kerja, makin bermenung ria karna ada honorer yang bekerja.
Kembali pada kenaikan BBM. Di tengah kesedihan, dan belum jelasnya penerimaan BLT, mereka mendapat kabar kalau PNS Pemprov bakal naik gaji (tunjangan). Sedih, kesal, mau protes tak ada daya. Padahal penambahan uang tunjangan tersebut uang rakyat alias dana APBD.***
Senin, 19 Mei 2008
Ketidakberdayaan Buruh
SEMUA orang pasti pernah mendengar kata buruh. Namun tidak semua orang mengerti dengan makna buruh. Di Indonesia, buruh identik dengan pekerja berat, pengangkat barang, kuli bangunan dan lainnya yang bekerja menggunakan tenaga.
Padahal, menurut UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, buruh adalah mereka yang bekerja atau menerima upah/imbalan. Baik bekerja dalam bentuk tenaga maupun gagasan.
Di Indonesia, buruh selalu berada pada sisi lemah, mereka senantiasa dijadikan sapi perahan. Hak-hak yang seharusnya mereka dapat selalu diabaikan. Mulai dari gaji yang tidak seimbang,malah banyak perusahaan yang menggaji buruh mereka di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
Belum lagi pemberlakukan asuransi kesehatan, dan ketenagakerjaan yang tak disertakan perusahaan, waktu kerja yang penjang dan segala macam bentuk ''penindasan'' yang harus diterima.
Pemilik usaha seakan tak peduli dengan kesejahteraan buruh.Termasuk juga pemerintah, dengan berbagai alasan seperti kesinambungan dunia usaha turut mengamini keputusan tersebut.
Alhasil, buruh sebagai pekerja harus siap menerima seluruh keputusan dan peraturan yang berlaku di tempatnya bekerja, kalau tidak ya pilih saja satu kata, berhenti. Akhirnya, karena takut diberhentikan alias PHK, sementara mencari kerja sulit, buruhpun menerimanya dengan terpaksa.
Pemerintah sendiri dengan Dinas Tenaga Kerja malah tak berdaya, atau ''sengaja'' tak berdaya. Dengan alasan tenaga pegawai tak cukup, jangan harap akan mencari tahu bagaimana penderitaan buruh di perusahaan atau tempat bekerja. Jikapun ada menunggu laporan dari buruh atau tenaga kerja, barulah bergerak.Itupun belum tentu hasilnya akan membela buruh. Padahal, prosesnya cukup panjang, buruh yang melapor akan diinterogasi
alias diminta keterangan, kemudian kalaupun serius pihak perusa
haan dipanggil untuk diklarifikasi.
Hasilnya? Buruh harus siap-siaplah kalah, dan jangan optimis akan menang. Salah-salah diberhentikan.
Kondisi ini berlaku di Indonesia, Riau dan Pekanbaru khususnya. Tak sedikit buruh yang bekerja di dunia usaha di Pekanbaru diberlakukan tidak sesuai. Gaji di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Pekanbaru, tidak didaftarkan di Jamsostek, dan banyak lagi. Sedangkan Disnaker sendiri tak kuasa. Dengan alasan pegawainya sedikit plus tak ada laporan semuanya berlalu seakan tak pernah ada.
Begitulah nasib buruh. Sebagai pihak yang lemah selalu diberlakukan tak adil. Idealnya, pemerintah bersikap tegas.Gubernur, Walikota, dan Bupati hendaknya mengangkat sosok Kadisnaker yang berani membela hak-hak buruh sebagai pihak lemah untuk ditolong dengan tidak merugikan perusahaan. Bukan sebaliknya selalu beralasan kekurangan pegawai untuk turun ke lapangan. Padahal, gaji mereka sangat besar dengan berbagai tunjangan.
Begitupula dengan pihak perusahaan harus berfikir bahwa mengurangi hak buruh adalah perbuatan zalim yang dimurkai Tuhan.
Sebab buruh juga manusia yang punya akal dan perasaan. Jika mereka dibayar sesuai atau sedikit lebih, pasti mereka akan bekerja dengan lebih baik. Semoga pemerintah, dan pengusaha terbuka mata dan hatinya untuk para buruh, sehingga tak lagi ada aksi demo oleh buruh di
negeri tercinta ini.
Rabu, 14 Mei 2008
Ikhlas
Kata ikhlas memang mudah diucap. Tapi sulit dilaksanakan. Tapi, jika bisa diaktualisasikan dalam hidup maka akan muncullah kebahagiaan dan ketenangan.
Sulitnya berlaku ikhlas apabila diawali oleh simpati pada seseorang, kemudian menolongnya. Setelah upaya menolong selesai, kemudian diketahui yang ditolong ternyata orang jahat, atau purak-purak susah. Kemudian mulailah setan mengganggu. Rasa kesal, sakit hati, dan mengutuk pun muncul. Inilah pertanda bahwa menolong dari awal kurang ikhlas.
Jadi, kita bisa menilai diri sendiri, apakah selama ini kita sudah ikhlas dalam berbuat atau tidak. He... jawab sendiri dong..
KPK Lirik Pilgub
Pemilihan Gubernur Riau bakal seru. Selain karena kekuatan masing-masing calon yang akan maju, kini Riau diintai KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil memenjarakan sejumlah pejabat di Indonesia (termasuk di Riau) angkat bicara. Lembaga ini akan memantau aktivitas Pilgub, hingga ada calon terpilih.
Ini baru luar biasa. Jika niat KPK ini betul dilaksanakan, maka akan banyaklah uang rakyat selamat. Sebab, menurut desas-desus ada sejumlah proyek muncul untuk kepentingan Pilgub nanti.
Selain itu, pengawasan dari KPK dalam Pilgub di Riau juga akan berpengaruh kepada masing-masing calon. Jika Pilgub sebelumnya nyaring terdengar isu salah satu calon mendapat sponsor seorang bos judi, kemungkinan kedepan tak ada lagi.
Bagaimanapun, pihak sponsor pasti akan menagih janji calon yang dibantunya (lebih tepat dipinjam) setelah menang. Mulai dari proyek, kemudahan dalam berbagai kebijakan, dan lainnya, termasuk mempermudah urusan bisnis.
Kita lihat saja nanti, apakah KPK serius dan mampu melaksanakan tugasnya? Mudah-mudahan Pilgub bebas dari money politik, sehingga terpilih Gubernur yang ideal, dan sesuai dengan aspirasi masyarakat, bukan karena politik uang. Amin.
Takot Oi
Pejabat Riau mulai ketakutan. Yang sedang di jalan pulang ke rumah. Yang di rumah menyuruk entah kemana. Hee.. maklumlah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke negeri minyak ini.
Lucunya ketika ada acara di Kabupaten Kampar, Bupatinya, dan bupati lain di Riau tak nampak batang hidungnya. Gubernur entah karena tak takut atau karen tak dapat akal hadir ditemani oleh perwakilan kabupaten lain.
Inilah faktanya. Kata tetangga, kenapa mesti takut kalau tak salah? Alasan sibuk, tak tepat. Karena mereka (pejabat Riau) suka jalan-jalan ke luar Riau, kenapa tak sibuk?
Kalau menuduh berdosa. Kalau syak juga berdosa. Tapi, kalau merujuk kepada pepatah orang-orang tua dahuli, Takut karena salah, berani karena benar, maka terjawablah sudah.
Tapi itu bagus sekali. Setidaknya mengingatkan pejabat Riau, supaya tak seenaknya menggunakan anggaran. Mentang-mentang selama ini banyak yang lolos dari jeratan hukum, tapi pengalaman menyatakan KPK tak boleh dianggap remeh. Azmun Jaafar masuk sel. Kini giliran siapa di Riau? Mudah-mudahan tak ada lagi. Jika ada sama saja mempermalukan Riau. Jangan sampai orang kenal Riau karena minyaknya banyak, berganti karena banyaknya pejabat yang masuk sel.
Dari kejadian ini mudah-mudahan, pejabat Riau tobat. Ingat uang APBD uang rakyat.
Jumat, 02 Mei 2008
Hardiknas Tanpa Gaji
Kemarin di seluruh pelosok tanah air melaksanakan peringatan Hari Pendidikan Nasional atau yang biasa dikenal Hardiknas. Mulai dari peserta didik di Taman Kanak-kanak, murid SD, SMA, Perguruan Tinggi, tak terkecuali di kantor pemerintah.
Di sekolah, para guru berbaris di depan peserta didik dengan gagahnya. Pakaian digosok serapi mungkin, dan wajah ceria. Begitupula halnya di kantor pemerintahan seperti di Dinas Pendidikan juga berlangsung upacara yang khidmat. Di sejumlah tempat, Hardiknas diisi dengan seminar-seminar pendidikan, yang membeberkan keberhasilan program pemerintah di bidang pendidikan dan berbagai lomba lainnya.
Namun, kegembiraan yang dijalani sebagian besar insan pendidik di Indonesia kemarin tidak dirasakan para Guru Bantu Daerah (GBD) di sejumlah kabupaten di Riau, termasuk di Kabupaten Siak Sri Indrapura.
Para GBD yang bertugas di daerah Kabupaten kaya di Riau ini melaksanakan Upacara Hardiknas dengan getir. Di balik pakaian yang digosok rapi, muka yang diupayakan terlihat tegar dan bahagia tersimpan keluh kesah dan lebih tepat disebut penderitaan.
Ya, mereka belum menerima gaji sejak bulan Januari lalu. Bayangkan, sudah Empat bulan mereka bertahan hidup dengan apa adanya untuk makan, termasuk berjual harta benda. Tak hanya itu banyak dari mereka berhutang ke sana kemari untuk mengisi perut. Kondisi yang sama juga terjadi tahun lalu. Selama Lima bulan para GBD di Siak Sri Indrapura mengajar baru menerima gaji.
Hal serupa juga dialami GBD lain, dan Guru bantu Provinsi. Hanya saja, rentang waktu mereka berhutang menunggu gaji keluar
berkisar Tiga sampai Empat bulan. Setelah gaji keluar, maka cukuplah untuk membayar hutang.
Semua ini terjadi karena mereka digaji dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing. Makin lama RAPBD diketuk palu maka makin lama pula mereka berhutang ke sana kemari untuk sekadar mengisi perut supaya tak lapar dan sakit saat mengajar. Sebuah gambaran perjuangan sosok guru yang sangat luar biasa dan patut diperhatikan dan diberi penghargaan dalam perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Ternyata kepedihan yang dialami para GBD di tahun sebelumnya akan terus berulang. Solusi untuk permasalahan ini juga tak kunjung ada. Pemerintah daerah hingga saat ini terkesan kurang peduli dengan penderitaan para insan pendidik yang notabene berstatus honor daerah.
Buktinya, menjelang gaji mereka keluar tak ada kebijakan memberikan pinjaman dan sebagainya. Dengan kata lain, jika GBD ingin makan dan tetap mengajar pandai-pandailah bertahan hidup. Mau meminjam ke sana kemari, menjual harta benda itu urusan pribadinya para GBD.
Alasannya tak lain tak bukan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri inilah yang jadi alasan pemerintah tidak bisa mencari alternatif untuk membayar gaji guru sebelum APBD diketuk palu.
Semoga semua kepala daerah memiliki kepedulian yang lebih mencari solusi supaya GBD tak lagi ''terkatung-katung'' empat sampai lima bulan karena gaji tak dibayar. Jika peduli dan ada kemauan pasti ada jalan lain.
Dengan demikian para GBD bisa mengajar denga muka ceria dan percaya diri tinggi saat berada di tengah guru-guru negeri yang sama-sama mengajar namun memiliki gaji lebih besar dan masa depan lebih cerah. Semoga Hardiknas tahun depan GBD tak lagi lesu menunggu gaji yang belum pasti kapan diterima.