Hidup ini panggung sandiwara. Begitu kata orang-orang bijak. Siapa yang pandai bersandiwara maka dialah yang akan menang di dunia ini. Ya, sebuah kenyataan hidup yang menyakitkan bagi orang-orang yang menjadi korban sandiwara.
Biasanya yang banyak bersandiwara adalah para pejabat dan orang-orang politik. Mereka tak peduli, jika sandiwara yang mereka lakukan endingnya sudah diketahui orang banyak. Bagi mereka yang penting sandiwara mereka berjalan sesuai sekenario yang dibuat. Malu? Jauh ah. Walaupun menurut agama, malu sebagian dari iman. Maksudnya?... Jawab sendirilah.
Yang membuat rasa miris para politisi dan pejabat kadang tak melihat objek yang akan disandiwaranya. Mereka akan berusaha tampil dengan sandiwara yang sudah dibuat sedemikian rupa yang intinya mereka datang sebagai sang ratu adil, yang menolong orang yang sedang kesusahan.
Niatnya tak lain agar mendapat simpati dan pujian dari masyarakat. Kemudian mereka akan menjadi basis dan berharap akan memilih mereka dalam pilkada (pemilihan kepala daerah) di wilayah tersebut.
Contohnya, banjir yang melanda Riau saat ini. Hampir di 11 kabupaten dan kota digenangi air. Masyarakat menderita. Hidup dalam musibah, makan payah, tidur payah, beraktivitas apa lagi. Dan segala macam kesulitan.
Inilah objeknya. Para pejabat teras di Riau, Bupati- dan walikotya se Riau dan politisi lainnya bak mendapat angin untuk turun gunung. Dengan membawa sejumput beras, mie instan, mereka melenggang bak zorro, pahlawan klebaikan. Senyum diubar saat menyerahkan bantuan. Mimik sedih ditunjukkan saat melihat masyarakat mengeluh. Air mata buaya-pun jika perlu dikeluarkan agar terlihat benar-benar sedih. Nauzubillah.
Itu belum seberapa. Salah satu pejabat juga sempat marah-marah dengan kinerja anak buahnya yang dinilai lamban mengirimb bantuan banjir. Perihal tersebut muncul dan menjadi head line di media cetak lokal.
Mudah-mudahan, masyarakat lebih cerdas dan bisa membaca jalannya sandiwara yang diperankan para pejabat dan politisi tersebut. Apalagi dalam waktu dekat, pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur Riau berlangsung. Semua pihak yang akan bertarung akan memainkan sandiwara merebut suara di tengah banjir yang membawa derita bagi masyarakat banyak.
Jumat, 28 Maret 2008
Kampanye di Air Keruh
Kamis, 27 Maret 2008
Dosa Pejabat dan Pengusaha di Riau
Ribuan rumah di Riau digenangi air. Tak terkecuali ribuan hektare lahan perkebunan juga terendam. Panen yang diharapkan bisa memberi sedikit bekal pelepas lapar tiga bulan kedepan tinggal asa tak tercipta.
Isak tangis bayi yang lapar karena sulitnya pangan ditambah sejuknya udara lantaran rumah mereka digenangi air menghiasi malam. Ya, suasana sedih bercampur duka.
Semua ini tak terlepas dari dosa pejabat, pengusaha yang meluluhlantakkan hutan Riau. Baik untuk keperluan usaha pabrik kertas, triplek, maupun pengembangan perkebunan sawit.
Hutan yang diciptakan Allah sebagai penahan air, kini tak ada lagi. Air yang turun dari langit meluncur deras tak tertahan lagi oleh akar pepohonan yang sudah sirna. Alhasil, air menggenangi daratan. Banjir..
Benar kata orang bijak. Masyarakat kecillah yang selalu menderita. Pejabat yang mengeluarkan izin, pengusaha yang mendapat untung diatas penderitaan masyarakat hidup dengan nyaman dan goyang kaki. Mereka tak merasakan sulitnya bepergian, mengangkat barang-barang yang digenangi air, pangan menipis, penyakit yang berdatangan, dan penderitaan lain.
Mudah-mudahan mereka pejabat dan pengusaha menerima padah seperti yang dirasakan masyarakat kecil, yang hidup susah ditambah bencana yang disebabkan tangan mereka yang ingin mendapatkan keuntungan sesaat.
Rabu, 26 Maret 2008
salam
Assalamualaikum.Pendek,dan mudah diucap. Ya, sebuah ucapan yang diajarkan oleh baginda Rasullullah SAW, untuk umat Islam. Dimana ucapan ini bermaksud doa bagi tiap muslim dan mukmin yang mengucapkannya dan yang menjawabnya.
Bayangkan saja, jika dalam sehari kita mengucapkan salam sepuluh kali saja pada karib kerabat, rekan dan muslim lain, maka sepuluh kali pula mereka mendoakan kita. Subhanallah, sebuah ucapan yang sakral dan patut diamalkan tiap hari.
Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Sebagian Umat Islam seakan lupa dan terkesan malas atau bisa saja tak terbiasa mengucapkannya. Sehingga, jarang ucapan ini terdengar dipergaulan sehari-hari kita.
Kondisi ini tak saja terjadi di kalangan remaja generasi penerus yang konon sudah terkontaminasi dengan budaya barat, lebih suka menyapa dengan sebutan ''Hei'', ''Apa kabar'' dan lainnya. Para orang tua pun tak berbeda.
Mudah-mudahan, kita semua kembali ingat dan menjalankan ajaran Allah SWT yang disampaikan Rasulullah Muhammad bin Abdullah, yang mengajak kita semua saling mendoakan supaya selamat.
Kuncinya tidak banyak. Mau melakukannya, tidak merasa kuno atau malu, dan terakhir ingat kita umat islam dan itu ajaran Rasululah yang patut ditiru dan diteladani. Amiin. Selamat mencoba, semoga kita semua selamat, dunia akhirat, tak hanya selamat malam, selamat pagi, dan selamat malam.
Berbagi
Berbagi. Begitulah bunyinya. Sebuah kata yang enak dan sering diucap, namun sulit untuk diaplikasi.